KEBAHAGIAAN DALAM KEMISKINAN, REFLEKSI JANJI-JANJI PALSU

Walaupun ombak dan badai menerjang, petani tetap bertahan, walaupun harga pupuk terus meningkat petani tetap tersenyum, walaupun subsidi beberapa kebutuhan pokok dicabut petani tetap bisa tertawa, bahkan ketika harga padi terus ditekan turun petani tidak pernah menangis, mereka tetap bahagia, betapa lugunya seorang petani.

Kenapa kebahagiaan itu terus menyeliputi para petani? Ataukah kebahagiaan tersebut hanya kebahagiaan semua? Karena kita tidak merasakannya? Padahal sebenarnya petani itu sedih, susah, bahkan untuk memperjuangkan anaknya jadi sarjana mengorbankan banyak tenaga dan waktu…

Siapa lagi yang akan memperjuangkan hak-hak petani, apakah orang-orang yang duduk dikursi senayankah?, para raja-raja daerah kah? Atau siapa? Mereka hanya segelintir orang yang masih istiqomah memperjuangkan petani, yang lainnya kemana? Padahal mereka pada saat pemilihan umum hampir 99% berteriak di panggung kampanye “mari kita perjuangkan para petani, karena mayoritas masyarakat kita petani” begitu lupakah mereka dengan berjuta-juta janji itu? Atau berpura-pura lupa, karena petani hanya dijadikan komoditas untuk meraih tahta dan kursi kekuasaan. Sadarlah…

Kapan harapan dan keinginan untuk kebahagiaan para petani dapat diwujudkan? Mudah-mudahan semua dapat merefleksikan, menata ulang kehidupan para petani yang menjadi pahlawan tanpa tanda jasa dalam meraih dan mempertahankan swasembada pangan di negara tercinta ini. (Abdul Sidik).

Posting Komentar

0 Komentar