UPAYA PETANI UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM

Menyimak pemberitaan beberapa media masa akhir-akhir ini tentang semakin tidak menentunya cuaca di Indonesia tentu sangat memperihatikan, bagaimana upaya kita selaku makhluk yang sangat bergantung pada iklim tersebut. Kita tahu bahwa akibat yang paling penting dari proses perubahan iklim adalah timbulnya peristiwa ekstrim seperti kemarau panjang, hujan badai, banjir, atau tanah longsor yang makin sering terjadi dan bahkan semakin besar.
Pada umumnya timbulnya peristiwa ekstrim diasosiasikan dengan terjadinya penyimpangan iklim yaitu suatu penyimpangan cuaca dan iklim dari kondisi umum atau reratanya dalam selang waktu tertentu. Salah satu bentuk penyimpangan cuaca dan iklim adalah terjadinya fenomena El-nino dan La-nina yang akhir-akhir ini makin kerap terjadi. Kejadian El-Nino biasanya berhubungan dengan kejadian kemarau panjang atau kekeringan,  sedang La-Nina berhubungan dengan kejadian banjir.  Kejadian kebanjiran dan tanah longsor lebih disebabkan karena ulah manusia dan kemajuan teknologi.
Berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak penyimpangan iklim terhadap bencana banjir dan kekeringan pada sektor pertanian telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Secara umum upaya antisipasi dikelompokkan menjadi antisipasi secara teknis dan antisipasi sosial-kelembagaan. Antisipasi secara teknis antara lain:
Pertama, Pembuatan waduk untuk menampung air hujan, sehingga tidak terjadi banjir dan memanfaatkannya untuk irigasi atau lainnya pada saat kekurangan air (kekeringan).
Kedua, Pembuatan embung mulai dari hulu hingga hilir. Embung ini dapat dimanfaatkan untuk :
  • Mengurangi dan atau meniadakan aliran permukaan (run off)
  • Meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga meningkatkan cadangan air tanah, kandungan air tanah disekitar embung tetap tinggi dan untuk daerah dekat pantai dapat digunakan untuk menekan intrusi air laut.
  • Mencegah erosi
  • Menampung sedimen dan sedimen tersebut mudah diangkut karena ukuran embung yang relatif kecil 
  • Sebagian air embung dapat digunakan sebagai cadangan pada musim kemarau. 
Ketiga, Mempelajari sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan pola tanam agar terhindar dari puso.
Ketiga, Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini dan rekomendasi pada masyarakat., Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini dan rekomendasi pada masyarakat.
Kelima, Meningkatkan sistem pengamatan cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim dapat diketahui lebih awal.
Keenam, Memetakan daerah rawan bencana alam banjir dan kekeringan untuk penyusunan pola tanam dan memilih jenis tanaman yang sesuai.
Ketujuh, Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, misal: menggunakan tanaman atau varietas yang tahan genangan, tahan kering, umur pendek dan persemaian kering; kombinasi tanaman, sehingga kalau sebagian tanaman mengalami puso, yang lainnya tetap bertahan dan memberikan hasil.
Kedelapan, Melakukan sistem pertanian konservasi seperti terasering, menanam tanaman penutup tanah, melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Kesembilan, Pompanisasi dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendungan atau checkdam, dan air daur ulang dari saluran pembuangan.
Kesepuluh, Efisiensi penggunaan air seperti gilir iring dan irigasi hemat air.



Mudah-mudahan upaya sekecil apa pun dapat memberikan perubahan dan membantu kita selaku makhluk yang bergantung pada perubahan alam. Semoga bermanfaat…

Posting Komentar

0 Komentar